Aku memanggil sosok itu dengan panggilan "Bunda".
Bukan, beliau bukan ibuku, melainkan kakak dari ibuku. Aku memanggilnya demikian karena begitulah anak-anaknya memanggil beliau.
Sejak kecil, aku mengenal Bunda sebagai orang yang diberi rezeki berlimpah oleh Allah. Rumah Bunda sewaktu aku kecil punya banyak mainan. Lalu saat aku SD, beliau pindah ke rumah baru yang punya ruang bermain dan kolam renang. Selain itu, Bunda juga punya beberapa rumah lagi di tempat lain. Bunda punya kontrakan, kosan, toko, dan berbagai properti lainnya. Singkat cerita, Bunda adalah tokoh "orang kaya" yang nyata dalam hidupku.
Selama ini, Bunda sering sekali memberi keluargaku hadiah: baju, sepatu, makanan, tas, sampai gawai bahkan kendaraan. Bunda sering mengajak aku dan sepupu-sepupuku jalan-jalan, mulai dari nonton bioskop, sampai ke Dufan bahkan luar negeri. Bunda membantu membiayai renovasi rumahku yang hampir runtuh gentingnya sampai nyaman dan aman ditinggali lagi. Bunda juga membantu ibuku agar bisa naik haji, bahkan membiayai keluargaku untuk melaksanakan ibadah umroh. Semua itu beliau berikan bukan atas permintaanku atau keluargaku, melainkan beliau sendirilah yang inisiatif memberi.
Keluargaku tidak miskin, tapi juga tidak kaya. Namun, aku bisa merasakan hidup yang lebih dari cukup karena hadiah-hadiah dari beliau.
Suatu hari saat aku berangkat kuliah, beliau pernah tiba-tiba terlintas dalam pikiranku. Lalu, aku pandangi diriku dari atas kepala sampai ujung kaki dan menyadari bahwa kacamataku, tasku, sepatuku, ponselku, laptopku, tempat pensilku, semuanya pemberian Bunda. Uang saku kiriman ayahku tiap bulan sudah cukup untuk aku hidup dan jajan, tapi Bunda selalu memberikan tambahan. Aku bisa beraktivitas dan beramal dengan tenang karena ayahku, ibuku, dan Bunda mendukungku secara finansial.
Sebagian teman-temanku pernah mendengar tentang Bunda. Tentu mereka merasa heran, kok anak dosen swasta biasa seperti aku bisa hampir tiap tahun jalan-jalan ke luar kota atau luar negeri? Bawa oleh-oleh buat mereka pula. Sering juga pakai barang-barang bagus yang dia sendiri nggak tahu belinya di mana. Pada mereka, aku menjelaskan dengan kalimat singkat, "Aku punya tante yang kaya dan dermawan."
Pada suatu momen makan malam di tanah perantauan, aku dan adikku pernah mengobrol panjang tentang Bunda.
"Kalau aku jadi orang kaya, aku mau jadi orang kaya yang kayak Bunda," begitu obrolan kami.
Kami kagum akan kekayaan Bunda yang terasa manfaatnya sampai ke keluarga besar bahkan keluarga jauhnya. Kami kagum dengan beliau yang menghajikan dan mengumrohkan orang tuanya berkali-kali. Setelah orang tua, beliau menghajikan saudara-saudaranya, lalu sekarang ipar-iparnya. Aku rasa puluhan orang sudah beliau biayai umroh: saudara, ipar, keponakan, sampai asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja dengan beliau. Itu baru haji dan umroh. Aku mana tahu perihal sedekah-sedekah beliau yang lain. Baju lebaran sekeluarga besar saja beliau yang berikan. Hewan-hewan kurban yang banyak itu juga. Belum kue-kue itu, makanan-makanan itu, uang-uang THR itu...
"Kebayang nggak sih amal jariyahnya?"
Ya pasti nggak kebayanglah! Buaanyak banget masya Allah! Pasti ngalir mulu tuh pahala kayak air terjun.
Yah, begitulah Bunda. Sosok "Utsman bin Affan" yang nyata dalam hidupku. Teladan yang sungguh dikagumi olehku, keluargaku, dan orang-orang di sekitarnya.
__________________________________
Hari ini, sudah sepekan lebih berlalu sejak Bunda pergi.
Beliau pergi untuk selamanya setelah hampir setahun ini berjuang melawan penyakit. Beliau dan keluarga beliau sudah berikhtiar semaksimal mungkin, tetapi Qodarullah, ternyata Allah Yang Maha Pengasih lebih sayang Bunda.
Usai sudah lelah beliau, usai sudah susah beliau.
Kini, saatnya beliau menikmati buah dari amal kebaikan beliau selama ini.
Ya Allah, ampunilah dia, sayangilah dia, maafkanlah kami dan maafkanlah dia.
Permudahlah timbangan amalnya, ya Allah. Berikanlah ia tempat yang mulia di dalam surga-Mu.
Berikanlah ia rumah yang lebih indah, pakaian yang lebih indah, serta hidangan yang lebih lezat dari yang pernah ia rasakan di dunia.
Kasihilah dia sebagaimana dia mengasihi kami. Sesungguhnya dia telah mempermudah kami dalam beramal kepada-Mu.
Janganlah Engkau siksa dia, ampunilah dia. Sayangilah dia. Sesungguhnya Engkau adalah Tuhan yang tidak menyia-nyiakan amal baik hamba-Nya.
Terima kasih ya Allah, karena Engkau telah menghadirkan Bunda dalam hidup kami.
Ya Allah, izinkanlah kami berkumpul kembali bersama Bunda di surga-Mu kelak. Jadikanlah kami orang-orang yang sholeh yang selalu condong kepada-Mu.
Terima kasih ya Allah.
Terima kasih banyak, Bunda.
Kami sayang Bunda.