Minggu, 12 Juni 2022

Hidayah Numpang Lewat

 Aku kepikiran tentang ini setelah menyadari kebiasaanku berdoa. Kalau lagi makan, misalnya, seringnya tuh lupa baca doa makan. Beda sama orang non-muslim religius yang doa sebelum makannya lamaaa banget. Jadi teguran buat diri sendiri untuk doa juga.

Ups, bukan itu yang mau kubahas. Aku mau bahas tentang kebiasaan berdoa waktu aku lagi sama adik bungsuku. Kalau pergi sama dia, aku selalu ngingetin dia untuk baca doa keluar rumah dan naik kendaraan. Kalau makan sama dia, aku selalu ngingetin untuk baca doa makan dulu. Kalau aku nemenin dia bobo, aku inget untuk ngingetin dia baca doa mau bobo.

Tapi, kalau aku sendirian, aku nggak inget untuk baca semua doa-doa itu.

Kenapa ya?

Tiba-tiba inget untuk baca doa, untuk segera sholat, untuk segera beramal... itu hidayah 'kan?

Jadi aku terpikir, "Oh jangan-jangan sebenarnya itu hidayah dari Allah untuk adikku, aku cuma ditumpangin aja jadi media perantaranya."

... ... '-')

Waa...

Seneng sih, secara nggak langsung 'kan dapet amal jariyah, ya. Tapi sedih juga gitu lho karena hidayahnya buat orang lain, bukan buat diri sendiri...

Terus aku terpikir, betapa banyak hidayah yang numpang lewat di aku. Dari Allah, lewat aku, lalu sampai ke adikku, ke adik-adik mentee-ku, ke teman-temanku... (ke pembaca blog-ku juga mungkin kalau ada? ehe)

Alhamdulillah...

tapi, ya... aku juga pengen hidayah buat diriku sendiri hehe.

Semoga aku bisa peka sama hidayah-hidayahnya Allah (>u<)

Ya Allah, aku nggak pintar, tolong kasih aku hidayah yang mudah dipahami yaa. Aamiin...

Kamis, 10 Maret 2022

Susah Menulis.

 Beberapa tahun belakangan ini, aku merasa sangat kesulitan untuk mengekspresikan diri. Menulis tidak selepas dulu, menggambar tidak semudah dulu, semuanya jadi lebih sulit.

Tentu saja aku mencoba untuk mencari tahu sebabnya. Ternyata, itu karena pikiranku jadi lebih berisik dari yang sebelumnya.

Setiap aku mulai mengeluarkan isi hati atau pikiran, sisi pengkritik dalam diriku juga berpikir cepat. Ini lebih baik dihapus. Yang ini nggak usah dibahas. Ini nggak penting. Kalau aku nulis begini nanti orang yang baca bakal mikir yang nggak-nggak.

It's annoying.

Karena kebanyakan mikir dan terus-terusan memperbaiki, karyaku jadi banyak yang nggak selesai. Kalaupun selesai, belum tentu aku publish karena merasa masih belum pantas dirilis. 

Intinya, aku mengekang diriku sendiri.

Harusnya aku lebih lepas aja 'kan? Tulis, gambar, post sesuka hati aja kayak sebelumnya. No one really cares. Ekspresikan saja. Kenapa nggak bisa?

Setelah pertanyaan itu keluar, aku menyadari juga kalau aku punya rasa takut. Takut kalau orang-orang akan bisa melihat diriku yang sebenarnya, dan diriku yang sebenarnya itu bukan orang yang baik. Aku jadi menyadari kalau aku punya kesan yang buruk terhadap diriku sendiri. I'm not that good of a person. I shouldn't speak about this. I should shut up. I should stay away.

Why so harsh? I know right, LOL.

Menurutku sebagian orang bakal paham kebimbangan ini. Kita takut orang lain tahu diri kita yang sebenarnya, tapi di saat yang sama juga kesepian karena nggak ada yang tahu seperti apa kita sebenarnya.

Kalau aku nggak mau kesepian, aku harus membuka diri. Aku harus memberi kesempatan orang lain untuk tahu tentang aku. Aku juga ingin berbagi cerita dengan orang lain, kok. Aku mau berbagi banyak hal, pengalaman, kisah, pandangan. Aku mau menulis lebih bebas.

Aku ingin bebas dari diriku sendiri.

Aku nggak mau dikekang oleh batas yang Allah aja nggak menentukan. I should worry less.

Yuk bisa yuk.

Jangan takut.

Ayo publish. Bismillah.

Kamis, 27 Januari 2022

Meminjam Kekuatan Tuhan

Akhir-akhir ini, aku makin sadar kalau manusia tuh lemah banget.

Karena lemah, dia jadi berusaha mencari tempat untuk bersandar. Berusaha mencari sesuatu yang "kuat" untuk menopangnya tetap berdiri.

Sesuatu yang "kuat" itu bisa macam-macam bentuknya.

Harta.
Kekuasaan.
Orang yang mencintai.
Kecerdasan akal yang luar biasa.

Dimilikinya hal-hal itu akan memberi kesan kalau dia kuat.

Namun, sekuat-kuatnya manusia, dia akan tetap saja lemah.

Hartanya bisa habis.
Kekuasaannya bisa hilang.
Orang yang mencintainya bisa pergi.
Kecerdasan akalnya bisa tersapu oleh kepikunan di hari tua.

Mudah, mudah sekali keadaan bisa berubah.

Ketika sandaran itu, penopangnya itu hilang, manusia tak punya pilihan selain jatuh.

Dia jatuh, lalu akan mempertanyakan arti perjuangannya selama ini. Memikirkan makna dirinya, merenungkan apakah ia masih cukup berharga untuk ada di dunia ini.

Ternyata, hal-hal yang dia anggap "kuat" itu tidak cukup. Dia butuh sesuatu yang jauh lebih kuat lagi untuk menopang dirinya yang rapuh. Sesuatu yang tidak akan hilang, habis, atau pergi.

Kekuatan itu, datangnya dari mana ya?

Dari Yang Maha Kuat.
Itulah sumber kekuatan sejati.

Ya apa lagi. Siapa lagi. Tuhan-lah.
Bersandarlah sama Tuhan.
Bergantunglah pada Tuhan.

Kalau kita yakin kita berharga karena Tuhan ada, harga diri kita tidak akan jatuh bebas. Toh, Tuhan selalu ada.

Kita tahu kita berharga, karena Tuhan sendiri yang bilang demikian.
Kita diistimewakan oleh-Nya, kita dikatakan lebih mulia dari makhluk ciptaan-Nya yang lain.

Jangan takut menjalani amanah kehidupan, manusia.
Ada Tuhan yang senantiasa meminjamkam kekuatannya padamu.

Kita lemah.
Kita kuat, ketika meminjam kekuatan Tuhan.