Selasa, 05 Juli 2011

Inspiring Student, Lagi... ;)

Ya begitulah. Tanggal 19 Juni lalu aku wisuda. Dan aku dapat penghargaan baru. Aku terpilih lagi jadi Inspiring Student, setelah tahun lalu kuperoleh gelar itu.

Awalnya aku sama sekali nggak tahu siapa Inspiring Student tahun ini. Tahun lalu, aku mendapatkannya, dan aku memperoleh beasiswa selama 1 semester untuk semester 5. Aku bertanya-tanya, siapa yang mendapatkannya tahun ini. Apa Hafizhoh? Atau Nisa? Atau anak yang lain? Entahlah.

Waktu pengumuman kelulusan, Bu Rina bilang Insya Allah aku akan dapat piala saat wisuda karena NEM-ku paling tinggi. Aku seneng aja, karena di rumah aku nggak punya piala yang utuh. Jadi Inspiring Student tahun lalu aku pun nggak dapat piala. Cuma piagam berbingkai dan beasiswa. tapi waktu itu kan yang penting beasiswanya... jadi nggak apa-apa. Sampai hari wisuda, aku kira penghargaan Murid Berprestasi Kelas 9B milikku. Soalnya cuma penghargaan jenis itu yang diberi piala. Ternyata yang punya penghargaan itu Ermi, salah satu sobat dekatku. Dia maju ke panggung dengan gembira. Aku senang dengan itu. Ermi memang anak baik dan cerdas yang pantas dapat penghargaan itu.

Tapi aku lemas.

Mungkin aku kecewa hari ini. Penghargaan itu ternyata bukan milikku. Penghargaan yang tersisa hanya Inspring Student. Dan Inspiring Student tahun ini, aku yakin bukan aku. Tidak ada yang bisa jadi Inspiring Student berturut-turut 'kan?

Ternyata benar.

MC menyebutkan penghargaan "Inspiring Student", lalu diikuti namaku.
Ya ampun.
Rupanya guru-guru sengaja mengejutkanku. Mereka tidak memberi tahu aku maupun orang tuaku soal ini. Namaku juga disebut keras-keras waktu itu. Perasaan campur-aduk. Bingung, senang, nggak percaya, semua nyampur. Aku naik ke panggung. Lalu dikalungkan medali (plastik kayaknya ehehee) yang ada namaku di sana oleh ketua Yayasan Baitul Maal. Aku juga diberi map berisi sertifikat dan amplop putih berisi uang senilai 1,5 juta.

Wow wow. Alhamdulillah deh. Nggak nyangka sebenarnya. Mungkin yang lain benar. Adik kelasku bilang, sepertinya belum ada yang bisa merebut gelar Inspiring Student dariku. Aku masih belum ada yang bisa mengalahkan. Sebenarnya sedih juga mendengar itu. Harus ada adik kelas yang lebih hebat dari aku dan angkatanku. kalau tidak, BM nggak akan tambah bagus. Ayo dong adeekk kalahkan kamiii...

Yatto, Hasil UN yang Ditunggu-Tunggu...

Berawal dari SMS malam itu. Pemberitahuan bahwa pengumuman hasil UN SMP dipercepat dari tanggal 4 Juni 2011 menjadi tanggal 3 Juni 2011. Ooh, bagus deh. Aku udah penasaran banget sama nilainya. Walaupun sebenarnya aku kurang pede karena waktu UN ada soal-soal yang "nggak-pernah-dipelajari-sebelumnya-tahu-tahu-ada".

Jadi gimana perasaanmu, Fil?

Biasa aja.

(90% serius, 10% jaim)
Beneran deh! Aku bener-bener biasa aja. Yaah.. aku memang selalu kayak gini. Baru deg-degan kalo udah detik-detik terakhir.

Pengumuman ngaret, yang awalnya jam 1 siang, jam 1.30 baru mulai. Acara diadakan di Masjid Ulul Albab sekolah kami dan dipandu oleh Pak Malik. Selain kelas 9, ada juga adik-adik kelas 7, kelas 8, serta Alumni. Dengan bergantian, para guru menyampaikan kesan-pesan. Sejujurnya, capek juga. Cukup pegal maksudnya. Duduk terus tanpa gerak selama 1 jam lebih. Tapi untuk para guru yang berjasa itu, harusnya duduk pegal seperti ini cuma pengorbanan kecil. Yang penting mendengarkan mereka bukan?

Ada kesan guru yang menyentuh. Kesan-pesan dari Pak Hasyim membuat semua mata di sana berkaca-kaca. Touching sangat. Ada juga yang bikin marah, yakni waktu Bu Ridha menyampaikan kesan-pesannya. Waktu beliau bicara, ada suara HP berdering. Sepertinya punya murid. Begitu sadar beliau terdiam dan kelihatan kesal. Wajar sih. Sebab, bagi kami murid Baitul Maal, membawa HP ke sekolah selain saat kegiatan non formal adalah hal tabu. Jangankan guru. Pikiranku meledak-ledak kesal sama yang bawa HP itu. Kayaknya cowok sih. Yah, sebenarnya hari Rabu yang lalu, temen-temen sekelasku alias cewek-cewek angkatanku sudah kuminta tidak membawa gadget hari ini. Ternyata masih banyak yang bawa.
Untung bukan kalian yang mengalami kejadian seperti ikhwan itu. Apa kubilang?

Hhh.. Yah, sudahlah. Emang gitu ngatur remaja jaman sekarang. Kita Back to topic aja...

Akhirnya para guru selesai menyampaikan kesan-pesan. Ternyata... murid juga diminta kesan-pesannya. Dari ikhwan Zaid. Dari akhwat? Ternyata saya. Ya sudah. Aku cuma bilang, minta maaf atas kesalahan kami dan berterima kasih pada guru-guru. Aku menduga-duga waktu Zaid sedang memberikan kesan, jangan-jangan akhwat yang diminta itu aku. Iya atau bukan, aku siapin apa yang akan kukatakan. Ternyata bener. Alhamdulillah aku bisa mengutarakan kesan itu dengan cukup lancar. Kesan-pesan benar-benar selesai. Dan akhirnya tibalah... Detik-detik mendebarkan itu...

Karena jumlah murid tahun ini tiga kali lipat angkatan lalu, cara pengumumannya agak berbeda. Dulu, karena cuma 12 orang, seluruh kelas 9 duduk di paling depan, berhadapan langsung dengan barisan guru. NEM mereka disebutin satu-satu. Kami adik-adik kelas yang di belakang mereka menyaksikan mereka satu-persatu sujud syukur. Benar. Persentase kelulusan tahun lalu, 100%.

Saat menjelang pengumuman itu, aku terus menduga bahwa angkatanku nggak 100% lulus. Aku terus dihantui keraguan kalau angkatan kami tak bisa memecahkan rekor NEM tertinggi selama hampir 4 tahun Baitul Maal berdiri. NEM tertinggi selama ini dipegang oleh Kak Marwah, siswi angkatan pertama, dengan NEM sekitar 36,10. Sekarang ini beliau baru lulus dari SMA Negeri 90 dan akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Sejak beliau lulus dari BM waktu itu, belum ada yang berhasil mengalahkan beliau. Ironisnya, NEM tertinggi SMPIP Baitul Maal justru terus menurun dari tahun ke tahun.

Dulu, aku sempat sedih melihat situasi ini. Ingin sekali aku mendapat nilai tertinggi yang lebih besar supaya sekolahku makin melayang. Biar orang-orang pada tahu ada "Sekolah Jujur" dengan lulusan-lulusan yang NEM-nya gede, yang namanya Baitul Maal.

"Aku nggak mau begini. Aku ingin sekolah tempat aku pernah belajar di sana punya riwayat NEM 'ASLI JUJUR' tertinggi yang bagus. Aku nggak mau sekolahku NEM tertingginya cuma 36. Harusnya angkatanku ada yang sampai 38. Nilai 36 dari 40 nggak cukup untuk membalas apa yang selama ini dilakukan orang-orang di BM untukku. Bener-bener nggak cukup... Lagipula, Kak Marwah bisa mendapat NEM 36 waktu fasilitas BM masih seadanya. Bahkan mungkin beliau baru 1 tahun menikmati belajar di gedung sekolah sendiri. Dua tahun masa belajar, angkatannya menumpang di gedung SDIP BM. Sedangkan angkatanku? Kantin ada. Malah ada Pujasera. Komputer banyak. Lapangannya aspal. Loker bagus. Guru-gurunya lebih banyak dan hebat. Masjid nggak bocor lagi. Seragam pramuka ada. Alat peraga IPA makin banyak. Malah sekarang, Baitul Maal juga punya kolam renang sendiri. BM di masa Kak Marwah sama sekali nggak sebagus ini, tapi beliau bisa dapat NEM segitu. Kenapa angkatanku yang mendapat banyak fasilitas malah tidak bisa lebih tinggi? Kalau ternyata benar-benar tidak bisa, memalukan."

Aah, terkenang lagi pikiran itu. Itu pikiran yang sempat begitu bergejolak dalam diriku.

Sekarang pikiran terfokus lagi. Penasaran hasil UN. Kali ini, setiap anak dipanggil ke depan satu-satu. Masing-masing diberi amplop coklat ukuran biasa dan disuruh menanda tangani tanda terima. Aku mengambil amplop di depan, memberi tanda tangan, lalu kembali ke tempatku duduk tadi. Nasibku sekarang tergantung dari isi amplop coklat ini. Aku butuh NEM tinggi untuk masuk Sekolah Negeri Jakarta, bukan cuma sekedar lulus. Belakangan ini, aku dihantui cuma mendapat NEM sekitar 35-an. Padahal aku butuh 36 untuk masuk Jakarta. Aku juga dihantui kalau angkatanku nggak 100% lulus. Firasatku mengatakan ada yang tidak lulus. Entah siapa.

Guru-guru menyediakan tisu di depan kami.
"Ini tisu, ambil aja kalo mau. Siapa tahu ada yang nangis nanti," kata Bu Rina, kepala sekolah kami tersayang.
Setelah dibilang begitu, hampir semua anak nggak ngambil. Paling cuma 1 orang, dan dia pun sebenarnya tak mengerti kenapa disediakan tisu. Semua anak takut gara-gara tisu itu. Apalagi muka guru-guru kayaknya mendung. Nggak ada yang cerah. Beneran atau nggak, nggak tahu deh. Semua harap-harap cemas.

Sebelum membuka amplop, Bu Rina memberi tahu nilai tertinggi untuk masing-masing pelajaran.
"Bahasa Indonesia, nilai tertingginya 9.40..."
Alhamdulillah...
"... Matematika, 9.75..."
Yah, nyaris. Tapi Alhamdulillah deh...
"... Bahasa inggris, 10.00..."
Alhadulillah wa syukurillah... histeris aku di sini. Nilai siapa kira-kira?
"... IPA, 9.50..."
Allahu Akbar...
"... Lalu NEM tertinggi angkatan ini, 37.90."
Alhamdulillahi Allahu Akbar... rame banget pas ini disebutin. Siapa yang dapat NEM itu? Apa Icha? Atau Ermi? Emiel? Ario? Siapa?


Bu Rina mulai menghitung mundur, memberi aba-aba untuk membuka amplop. Semua dihiasi rasa penasaran dan was-was. Bu Rina meminta kami beristighfar jika tidak lulus dan mengucap hamdallah serta bersujud syukur jika lulus.

"3... 2... 1... buka amplopnya."

Satu per satu kudengar teman-temanku meneriakkan takbir. Aku tidak melihat sekeliling. Tidak bisa. Butuh waktu bagiku membuka amplop itu dan aku harus fokus. Karena aku duduk paling depan juga, aku tak tahu bagaimana reaksi teman-teman di belakangku.

Akhirnya berhasil kubuka amplop itu.
Aku membuka kertas yang terlipat itu.
Ah, ada tulisan LULUS.
Tapi itu nggak cukup. Aku perlu tahu NEM UN-ku. Berapa? Jangan-jangan beneran 35?

Aku lihat NEM-ku. Itu waktu yang singkat, tapi dalam ingatanku terasa lama sekali.
Setelahnya, aku langsung sujud syukur. Dan rasanya aku tak mau bangun lagi. Aku mau terus sujud. Entah bagaimana harus mensyukuri apa yang kudapat hari ini.

NEM-ku, 35.15.
Yah, kukira begitu.
Banyak soal yang tidak bisa kujawab.
Walau tidak deg-degan, aku merasa akan ada kehancuran.
Ternyata TIDAK.

NEM-ku, 37.90.
Bener-bener segitu.
Dan sepertinya aku menempati peringkat pertama semester ini.
Sesuatu yang gagal kudapat di 5 semester lalu.
Harus bagaimana bersyukur?

Aku masih sujud. Rupanya aku terlalu bahagia. Aku mengeluarkan suara-suara tak jelas, karena tidak bisa mengendalikan suaraku. Air mataku mengalir terus. Tentu saja bukan air mata sedih. Aku terlalu senang.

Akhirnya aku bisa bangun dari sujudku. Guru-guru akhwat menjejalkan tisu ke mukaku. Ah, aku separah itu ya, ternyata. Karena lama sujudku dan suara tangisanku yang padahal tak keras, teman-temanku tahu, NEM 37.90 itu milikku. Satu persatu mulai memberi selamat padaku.

Tapi ternyata, ada 4 orang ikhwan yang belum tersenyum. Mereka maju ke depan dan duduk di sana. Aku sendiri bingung dan khawatir. Kenapa mereka di depan begitu? Mereka nggak lulus?

Ternyata mereka belum tahu hasil UN mereka. Tidak ada di amplop yang tadi itu. Hasil UN mereka ditahan karena mereka belum menyelesaikan tugas akhir sekolah. Namun, guru-guru berbaik hati. Setelah berjanji akan segera menyelesaikan tugas, guru memberikan amplop coklat yang baru. Alhamdulillah, ternyata mereka semua lulus.

Angkatanku lulus 100%.

Nggak percaya deh. Ternyata kami bisa. Hingga sekarang ini, angkatanku memegang rekor NEM tertinggi sepanjang sejarah BM, sekaligus NEM terendah juga sih. Ehehee :D

Setelah pengumuman itu, kami Sholat Ashar berjama'ah, menulis kesan-pesan di spanduk bekas dan pulang ke rumah. Aku pulang dengan wajah cerah dan perasaan yang ringan. Lega banget. Aku tahu, di rumah nanti reaksi ortuku pasti biasa aja. Selalu begitu. Walau begitu, aku tahu mereka sebenarnya bangga dan senang.

Oh ya, ini rincian nilai UN-ku...
B. Indonesia 9.40 (tertinggi)
Matematika  9.50
IPA              9.00
B. Inggris     10.00 (tertinggi)

Khusus B. Inggris, guru bidang studinya, Pak Yayat, janjiin aku traktiran. Yeaa... makasih, Pak... ^^
Aku senang dengan pencapaian ini. Setidaknya ada kemudahan untuk masuk negeri Jakarta. Mau tahu apa yang kulakukan untuk NEM ini?

Aku ngurangin main. Semester ini, aku nyaris nggak pernah menggambar lagi. Menurutku habis UN, bisa puas main, dan itu bener kok (kecuali kalo ternyata kamu jadi panitia perpisahan, kayak akuu). Aku jadi Sholat Dhuha hampir tiap hari. Kalo hari sekolah, aku usahain 4 raka'at. Tapi Sabtu-Minggu, biasanya cuma 2. Aku juga banyakin rawatib. Soalnya aku nggak jago bangun pagi buat Tahajud. Terus, yang paling penting, jaga hati orang-orang sekitar. Belajar juga, jangan berubah sikap aja. Kalo nggak ngerti tanya siapa aja yang menurut kamu bisa ditanya. Pas UN, liat-liat soal UN tahun lalu. Serius, jangan main-main melulu. Hormaati guruumu sayaangi temaaann...

Berdo'a juga ya. Info aja, ini do'a-do'aku tambahanku selama persiapan UN :
Ya Allah, tumbuhkanlah kedewasaan pada diri kami.
Luluskanlah teman-temanku dengan nilai tinggi dan berikanlah sekolah yang terbaik untuk mereka.
Ya Allah, bimbinglah aku menuju sekolah terbaik pilihanmu.
Berikanlah yang terbaik untuk teman-temanku yang baik, dan berikan pula yang terbaik untuk teman-temanku yang buruk.


Begitulah. Itulah pengumuman kelulusanku. Terima kasih telah membaca yaa... :)