27 Mei 2014, pukul 12.10 siang.
Aku baru selesai sholat dzuhur, setelah sebelumnya ikut Try Out SBMPTN kelima di NF. Sambil berpikir bahwa pengumuman SNMPTN sudah bisa diakses, aku menuruni tangga gedung bimbel. Karyawan NF menyapaku ceria mengingat hari ini pengumuman undangan. Mereka lantas menawariku membuka pengumuman dari laptop yang ada di situ. Aku menyetujui dengan senyum pasrah. Mereka tampak antusias mengetikkan dataku ke login halaman SNMPTN. Aku makin pasrah.
Kebetulan di NF tingkat cabang itu, terutama di try out super intensif SBMPTN ini, aku selalu peringkat pertama untuk paket Soshum. Aku selalu masuk peringkat 150 besar NF se-Indonesia, walaupun nilaiku memang tidak terlalu tinggi. Aku juga salah satu siswi NF yang mendapat beasiswa bimbel di semester genap. Aku nggak heran senyum kakak-kakak NF itu terlihat penuh harap.
Apapun keputusan Allah, itu yang terbaik. Aku nggak boleh protes. Apapun hasilnya, aku harus tetap belajar, tetap beribadah yang rajin, juga tetap menggambar. Pak Eko, guru kimia di sekolahku, juga sudah menyemangati kemarin, "Nggak masalah masuk lewat jalur apa, yang penting pastikan satu bangku di PTN itu punya kamu! Kalo dapet, ambil! Kalo gak dapet, KEJAR!!!"
Iya, benar! Kalau aku gak dapat, aku tinggal kejar! Aku pasti masih bisa kejar! Aku sudah berdoa agar Allah menguatkan hatiku dan tetap membuatku berjuang keras apapun hasil seleksi ini!
Tapi aku nggak bisa membantah kalau ada sedikit rasa sakit melihat senyum antusias kakak-kakak NF itu, perlahan berubah menjadi senyum yang dipaksa. Ternyata aku memang nggak dapat. Ya sudah, nggak masalah. Aku tinggal kejar!
Aku masih ingin mengejar FSRD ITB!
Aku yang waktu undangan hanya memilih satu prodi : FSRD ITB. Aku sudah mantap!
Aku yang hanya membuat portofolio berupa tiga gambar besar dengan pensil lalu difoto dengan kamera.
Aku yang merasa sudah berusaha keras, padahal belum.
Aku yang memutuskan harapan banyak orang.
Aku yang sudah diberkahi Allah dengan nilai UN yang lebih tinggi dibanding TO-TO-ku.
Aku yang dengan egois memilih jurusan desain yang kudambakan sejak masuk SMA.
Aku pulang dengan kemantapan hati mengejar SBMPTN. Lekas kupantau linimasa twitter-ku, ingin tahu siapa teman-temanku yang lolos seleksi. Ternyata banyak banget. Aku senang. Dalam setiap ucapan selamat kuikuti dengan permintaan "doakan aku, ya."
Mereka balik menyemangati, tapi entah mengapa sebagian kata "semangat" dari mereka terasa hampa. Terutama dari mereka yang lolos lewat jalur undangan. Mereka yang beruntung jalannya dimudahkan oleh Allah.
Aku tak menangis sampai dua hari setelah pengumuman. Namun pada akhirnya aku menangis. Bukan menangis kalah, tapi menangis ketakutan, jujur saja. Walaupun aku mencoba terus bersikap tegar dan siap mengejar PTN, nilai TO-ku menurun. Kecepatan menggambarku melambat. Malam sepulang les menggambar, aku mencoba mencari-cari tulisan orang lain yang lolos masuk FSRD tahun-tahun lalu di internet. Tapi mungkin karena cerita mereka terlalu sederhana, aku akhirnya malah menangis. Mudah sekali mereka lolos. Kenapa aku malah terseok-seok begini?
Kembali teman sekolah lain menyemangatiku. Salah satunya teman yang sudah diterima di prodi lain di kampus impianku. Aku ingin menyusul dia. Aku bangkit lagi. Waktunya untuk mengejar. Sejak dulu kamu sudah lakukan bukan? Tetap melangkah dan berlari walau dengan air mata.
Tapi aku lupa faktor eksternal yang dari kegalauan itu, orang tua. Terutama ayahku. Dulu ibuku bilang waktu beliau bersiap ujian masuk kuliah, beliau sibuk belajar sampai-sampai nggak pernah nonton TV. Akhirnya beliau lolos di Fakultas Ekonomi UI. Lain cerita dengan ayahku. Dulu beliau nggak berhasil meraih Teknik Mesin ITB impiannya. Setelah sempat mengikuti program D3 di ITB, beliau mencoba ikut ujian lagi di tahun berikutnya. Akhirnya beliau lolos di Teknik Mesin UI. Itulah cerita kenapa akhirnya orang tua saya yang berbeda 5 tahun itu bisa bertemu di kampus yang sama dan menikah.
Eh kenapa ceritanya jadi ini? Hehehe.
Lahir dari kedua orang tua yang menempuh pendidikan tinggi di UI, tentu aneh kalau aku nggak dapat PTN juga. Di mulut ibuku bilang sudah menduga aku nggak dapat undangan. Tapi aku yakin ada sedikit kekecewaan di hati mereka. Itu yang bikin sakit, sakit...
Bagaimana rasanya ketika kita yang ditolak sudah ikhlas, tapi orang tua belum ikhlas?
Mungkin mereka melihat aku nggak bekerja keras. Iya, kurasa aku memang nggak bekerja keras. Aku nggak pantas menyesal. Sekolah, bimbel, les, mentoring, pagi sampai malam, tujuh hari dalam seminggu. Aku hanya sebentar di rumah. Hanya sekedar makan, tidur, sholat, lalu jaga adik. Aku sebenarnya berusaha "puasa anime dan manga", tapi nggak pernah berhasil. Sama sekali nggak bisa. Aku belum usaha keras. Nggak setiap ibadah kulaksanakan dengan benar dan disiplin. Nggak semua mentoring kutanggapi serius. Nggak setiap waktuku di sekolah dan tempat les kumanfaatkan baik-baik. Nggak semua hati orang-orang kujaga. Aku pantas nggak dapat undangan.
Undangan itu rezeki, sebagiannya. Ada teman-temanku yang memang pintar, diterima di undangan. Aku bangga dengan mereka, pantas banget kok. Mereka selalu usaha dan usaha keras mereka nggak sia-sia.
Tapi ada juga teman-teman yang sebenarnya biasa saja.
Ada yang nilainya menengah ke atas, tapi perilakunya belakangan ini sangat sangat baik, diterima. Mereka pantas dan aku bahagia untuk mereka.
Ada yang dulu selalu bertanya padaku tentang pelajaran yang tidak ia mengerti, diterima undangan. Yah, dia rajin sih. Aku ikhlas, aku senang kok.
Ada juga yang nilainya biasa, perilakunya agak sedikit sering menyimpang, nggak pernah terlihat bekerja keras, diterima juga. Yah, mungkin diam-diam dia punya usaha keras. Walaupun hati agak bertanya-tanya, aku berusaha ikhlas. Allah punya rencana untuk mereka.
Dan tentunya punya rencana juga untukku.
Aku mungkin direncanakan-Nya masuk belakangan. Aku masih punya banyak teman seperjuangan. Aku masih bisa kok! Bismillah! Gadis egois ini masih ingin berjuang!
Insya Allah aku akan lolos ke salah satu prodi ini lewat SBMPTN :
1. ITB - Fakultas Seni Rupa dan Desain
2. Unpad - Ilmu Komunikasi
3. UNS - Desain Komunikasi Visual.
Yang masih harus dan akan terus berjuang,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar