Jumat, 16 Agustus 2013

Honestly Chapter 4



4.        Next Inside

"Kenapa tadi kau tidak menungguku di dekat mesin penjual seperti biasa!?"
"Maaf, kemarin malam ibumu  menyuruhku menunggu di depan konbini* samping apartemenmu itu lewat SMS," jawab Henji berusaha menjelaskan pada Michisa. "Malah sebenarnya beliau memintaku menunggu dari depan apartemen kalian. Tapi aku tahu kau tidak akan suka itu, makanya aku bilang pada beliau kalau aku akan menunggu di depan konbini saja. Aku minta maaf."
Michisa menepuk keningnya kesal. Ibunya benar-benar berhasil mengerjainya. Ia kaget bukan main melihat Henji tiba-tiba muncul saat ia baru berjalan beberapa langkah dengan rambut kacau dari depan komplek apartemennya. Padahal Henji biasanya menunggu di perempatan yang berjarak 15 meter dari konbini itu.
"Kau tahu tidak?! Kau tidak harus menuruti semua permintaan ibuku!! Kau bisa menolak kalau memang tidak mau!!"
"Aku minta maaf," Henji menunduk menatap jalanan. "Saat kutanya pada ayahku, beliau bilang orangtuamu sangat baik padanya. Katanya ayahmu adalah salah satu teman terbaik yang ia punya. Aku hanya ingin ikut membantu ayah membalas budi yang ia terima."
Michisa terdiam sesaat sampai akhirnya berkata,"ayahku berteman dengan ayahmu?"
Henji agak terkesan dengan perubahan wajah Michisa yang tiba-tiba, tapi ia tetap menjawab, "ya, begitulah. Ibumu memberitahu aku soal itu saat aku pertama kali ke apartemenmu. Ternyata benar kalau kau tidak tahu."
Michisa mengangguk pelan. Henji melihat sedikit rona merah di wajah Michisa. Saat itu Michisa tampak seperti memanggil kembali kenangan masa lalunya. Memang benar kata Nona Reina kalau Michisa sangat mengagumi dan menyayangi ayahnya.
"Ah, aku baru ingat sesuatu," Michisa akhirnya kembali memulai pembicaraan setelah terhanyut dalam pikirannya sendiri selama beberapa menit.
"Ada apa?" Henji meresponnya.
"Kau ini penggemarnya Tasuku, ya?"
Henji sempat kaget untuk sesaat, namun ia segera mencoba untuk kembali tenang, "eh.. Ya, begitulah. Bagaimana kau tahu?"
"Aku mendapatimu menyanyikan lagunya, dua hari yang lalu saat kau ada di pohon sakura. Aku kaget mendengar suaramu. Mirip sekali dengan dia."
Dalam hatinya, Henji panik. Ia khawatir Michisa telah menyadari identitas asli Tasuku. Kenapa ia begitu ceroboh bernyanyi di sembarang tempat begitu? Ia senang akan pujian tidak langsung dari Michisa, tapi ia juga waswas. Sudahlah, pura-pura tidak tahu saja. "Ah, terima kasih. Kau sendiri.. Apa kau juga menyukai Tasuku?"
"Ehm, lumayan."
Mendengar jawaban langsung itu, Henji tertegun. Tak disangka ternyata Michisa adalah salah satu penggemarnya. Dan kalau dipikir-pikir, entah kenapa hari ini ia bisa mengobrol dengan Michisa seperti ini.
"Aku suka lagu-lagunya, membuatku terkenang banyak hal. Aku juga antusias akan single keduanya yang akan dirilis 2 minggu lagi."
Mendengar pengakuan Michisa, Henji tersenyum. Tasuku memang tidak akan muncul bahkan untuk menemui penggemarnya. Ia hanya bisa mendengar pengakuan penggemarnya sebagai Henji.
"Terima kasih. Tasuku pasti senang mengetahuinya."
"Kenapa berterima kasih padaku? Ah, hei, bicara apa saja aku barusan??!"

*****

Setelah menghela nafas panjang, Henji menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku. Barusan ia berkirim email dengan Suzuki yang ada di London. Suzuki bilang dia baik-baik saja. Mereka bicara cukup banyak hal, tapi pesan terakhir Suzuki membuat Henji termenung.
"Kuharap kau bisa mencari teman banyak selama aku tak ada, Henji."
"Teman banyak" katanya? Belakangan dia memang sering bersama Michisa, tapi Henji merasa kalau Michisa belum menganggapnya sebagai teman. Atau mungkin Henji saja yang belum berani mengakuinya. Entah kenapa Henji sulit menemukan teman, teman dalam arti yang sesungguhnya.
Henji berjalan menyusuri lorong. Ia lalu berpapasan dengan seorang siswa yang terlihat sangat repot dengan barang bawaannya yang banyak. Henji memberanikan diri menghampirinya.
"Permisi, ada yang bisa kubantu?"
Yang ditanya merespon dengan cepat, "ah! Terima kasih, tolong bawakan yang ini..." Laki-laki itu berhenti sesaat dan menatap Henji. "Eh? Tasunaga, ya?"
Henji agak terkesan mendengar namanya disebut. Ah, ternyata laki-laki ini Ishimoto Kazuto. Teman sekelasnya waktu kelas satu dulu.
"Kau ingat padaku?"
"Apa katamu? Tentu saja! Kita 'kan pernah sekelas!"
Henji tersenyum tipis, "terima kasih."
"Kenapa berterima kasih padaku?"
"Ah, tidak apa-apa. Ini dibawa ke mana, Ishimoto-san?"
"Ke ruang OSIS, tolong ya. Dan tolong jangan memanggilku Ishimoto-san, Tasunaga. Panggil Ishimoto saja. Bahkan kau boleh memanggilku Kazuto," ucap Kazuto sambil tersenyum ceria.
Henji balas tersenyum. Baru-baru ini Kazuto terpilih menjadi ketua OSIS SMA Nosaka. Sepertinya ia sangat sibuk. Apalagi festival olahraga juga akan diadakan akhir bulan ini.
"Heeh... Ternyata kau ganteng juga ya kalau tersenyum, Tasunaga. Badanmu juga tinggi~"
"Eh??" Wajah Henji berubah kebingungan. Ia tak menyangka kalau orang lain pertama yang memujinya tampan ternyata laki-laki. Jadi bingung harus merasa senang atau... apalah itu.
"Benar juga, ya. Kalau diingat baik-baik, ini pertama kalinya kita saling bicara. Bahkan mungkin ini kali pertama aku mendengar suaramu," ucap Kazuto polos. "Habisnya dulu kau jarang bicara, jarang menegur, jarang ditegur, jarang ditanya, jarang bertanya, nggak pernah nyanyi... Syukurlah akhirnya sekarang kau bicara."
Kazuto terus mengajak Henji bicara sampai mereka tiba di ruang OSIS. Ia ramah sekali. Dia selalu tersenyum, ceria, tapi juga tetap berwibawa.
"Aku mengerti. Jadi kau ini sekarang kelas 2-5. Kudengar kau sepupunya Suzuki yang sedang pertukaran itu, ya?" Tanya Kazuto lagi sembari membetulkan kacamatanya.
"Ya, benar."
"Sepertinya setelah dia pergi kau jadi sendirian terus, ya?"
Bagaimana dia bisa tahu? Selama ini Henji mengira tak ada seorangpun yang memperhatikan soal itu.
"Kau sadar, ya?"
"Tentu saja. Aku suka memperhatikan orang, apalagi teman-teman seangkatan kita. Itu kelebihanku."
Henji terdiam dalam perasaan kagum. "Kau memang hebat. Aku pergi dulu, ya, Ishimoto. Berjuanglah," Henji pergi meninggalkan ruang OSIS.
"Terima kasih, Tasunaga! Kapan-kapan boleh aku minta bantuanmu lagi?"
Henji tersenyum mengiyakan. Senang rasanya bisa bercakap-cakap dengan orang yang hebat seperti Kazuto.

*****

Sebentar lagi musim semi berakhir. Suhu mulai bertambah panas, pohon sakura juga mulai berguguran. Dan kini, hujan mulai sering turun. Benar-benar pertanda bahwa musim panas akan datang.
Bulan lalu, Henji menyiapkan single kedua Tasuku, Summer Alone, single musim panas. Single itu akan rilis dua minggu lagi dan akan dipromosikan mulai malam ini. Ada sebuah acara TV yang akan menayangkan potongan video klip single-nya itu.
Benar juga. Ngomong-ngomong soal video klip, tentu saja Tasuku juga tak pernah muncul di video klipnya. Selama ini video klip Tasuku selalu dibintangi oleh orang lain, di mana kisah dan skenarionya berupa film pendek yang diawasi langsung oleh pamannya sendiri, Sugawara Daiichi. Yang Henji tahu, ia hanya diperintahkan menyanyi, menulis lagu, dan berlatih. Soal lain diurus semua oleh pamannya.

Satu musim panas lagi datang
Sebulan penuh dengan keluarga
Namun kini, di pantai ini
Aku melihatmu sendirian

Kulihat dirimu dari jauh
Mengapa kau sendirian?
Tanpa teman atau keluarga
Menerawang laut biru
Adakah yang engkau tutupi?
Kau bisa cerita apapun
Kubayangkan diriku di sana
Berdiri tepat di sisimu...

Henji menggumamkan lagu barunya itu dengan perasaan santai. Ia bersandar pada pohon sakura tempat ia biasa menunggu Michisa. Entah kenapa pohon ini selalu membuat Henji merasa nyaman. Keheningan yang dibuatnya seolah meminta Henji bernyanyi, memperindah suasana. Membuatnya lupa bahwa bisa saja ada orang yang mendengarnya.

Kalau kau sendirian, datanglah
Aku akan menemanimu
Berada tepat di sisimu...
Berada tepat di sisiku...
Ini bukan lagi
Musim panas seorang diri

Tak terasa satu lagu telah habis disenandungkan Henji. Ia diam sejenak, menghela nafas panjang. Lalu ia menarik punggungnya dari pohon itu. Ketika ia menoleh ke belakang, ia mendapati Michisa di sana.
"Ha-Hanazawa-san!"
Michisa menatap Henji sejenak. Henji dibuatnya teringat peristiwa tadi pagi. Jangan-jangan sekarang Michisa makin mencurigainya.
Ah, tapi lagu itu 'kan belum dipublikasikan. Santai sajalah...
"Ehm, mau pulang sekarang?" Henji mencoba memecah kesunyian.
Michisa mengalihkan pandangannya ke jalanan. Tanpa menjawab Henji, ia menjauh dari laki-laki itu.

*****

"Kakak, lagu barumu akan ditampilkan di TV malam ini 'kan?" Tanya Riho sambil menyerahkan segelas jus apel.
"Iya, kau benar. Sekarang acaranya baru mau mulai. Aku sendiri juga mau lihat," jawab Henji. "Kau masih bisa merahasiakan Tasuku 'kan, Riichan?"
"Tentu saja. Kakak nggak usah khawatir, aku bisa mengerti kenapa Kakak nggak mau tampil di depan orang banyak."
Henji tersenyum. Walaupun Riho perempuan, Henji sangat akrab dengan adiknya yang satu ini. Mereka hanya berbeda dua tahun. Henji kelas 2 SMA, Riho kelas 3 SMP. Mereka sama-sama punya kesulitan dalam bergaul, sama-sama sulit berinteraksi dengan orang lain di luar keluarga mereka. Karena itulah Henji dan Riho bisa betul-betul saling memahami dan saling mensyukuri keberadaan satu sama lain.
Henji dan Riho sangat bersyukur bahwa adik bungsu mereka, Harumi, tidak seperti kakak-kakaknya. Harumi sangat ramah dan pandai bergaul. Ia sering menceritakan saat-saat ia bermain dengan teman-temannya di sekolah. Bahkan nyaris tiap minggu ada temannya yang datang ke rumah. Sebenarnya kalau bukan ibu Henji yang mengajak dengan menawari temannya kue, mungkin tidak akan sesering itu sih.
Kalau Riho, pernah ia dua kali membawa teman pulang ke rumah. Tapi semua itu karena tugas kelompok. Rumahnya dipilih karena paling dekat dengan sekolah. Karena tugas kelompok, mereka nyaris tidak membicarakan hal-hal seperti girls talk sama sekali. Toh, Riho memang bukan teman akrab bagi rekan-rekan sekelompoknya.
Kalau Henji... Jangan ditanya, deh. Dia yang paling parah. Satu-satunya teman sekolah yang pernah datang ke rumah hanya Suzuki. Suzuki juga sebenarnya lebih tepat disebut sepupu daripada teman sekolah. Dulu, sebelum pindah rumah ke daerah sini dua tahun lalu, ada tetangga yang sempat akrab dengan Henji. Seorang laki-laki yang lebih tua 8 tahun darinya. Tapi karena pindah, mereka terpisah dan belum pernah bertemu lagi. Kabar terakhir yang Henji dengar, orang itu sudah menikah dan baru memperoleh anak pertamanya. Ia terasa begitu jauh dan sibuk.
Ya sudahlah. Orang tua Henji dan Riho sendiri juga tidak mementingkan berapa banyak teman yang mereka punya. Yang penting mereka bersikap baik dan tidak mengecewakan satupun teman yang ada. Dan sifat baik itu sukses dimiliki oleh mereka bertiga.

"Wow, ini sih luar biasa bagus, Kak!"
"Aku sendiri tak menyangka video klipnya sebagus ini! Paman memang hebat!"
"Pasti laku keras lagi! Laku! Kerja bagus, Kak!"
Henji dan Riho berceloteh ria di depan televisi malam itu. Untuk sejenak mereka lepaskan kesedihan dari sulitnya berteman, sebelum pergi sekolah lagi keesokan harinya.

Henji tak tahu bahwa di tempat lain ada yang menatap televisi dengan kecurigaan yang tuntas sudah. Bukti sudah sangat jelas. Tinggal memutuskan apakah orang itu akan memastikannya sendiri atau tidak.


_______________________________________________________________
konbini : toko 24 jam (convenience store), salah satu contoh nyata adalah L*wson.


- Bersambung ke Chapter 5 - 

Catatan Penulis :

 Terlambat lagi nge-postnya hehee. Mungkin ke depannya saya akan merilis 1 chapter saja perbulan, harap maklum karena sekarang saya kelas 12 SMA, tingkat akhir sekolah. Mohon maaf atas perubahan ini...
Ngomong-ngomong, akhirnya di chapter ini keluar tokoh baru lagi, Ishimoto Kazuto. Di chapter-chapter berikutnya juga akan ada tokoh-tokoh baru (pastinya). Sedang berusaha melanjutkan novel ini di tengah kesibukan. Semangat!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar