Minggu, 28 Januari 2024

"Kamu Sudah Kerja Keras!"

Ini kisah kilas balik dari sekitar awal tahun 2018. Saat aku lengser alias selesai menjabat semua amanah organisasi di kampus Padjadjaran.

Hari itu, pengurus organisasi lama dan baru hadir di aula untuk acara serah terima jabatan yang diadakan fakultas. Karena ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)-ku berhalangan hadir, aku sebagai salah satu wakil ketua hadir menggantikan.

Singkat cerita, dilantiklah adik tingkatku, selesailah tugasku. Kami bersalam-salaman dengan para dekan dan pejabat fakultas di akhir acara.

Saat aku menyalami wakil dekan bidang kemahasiswaan, yang juga dosen pengajar beberapa mata kuliahku, beliau spontan berceletuk dengan senyum cerah, "Wah, ini nih! Udah kerja keras!"

Refleks, begitu mendengar kata-kata beliau, air mataku berlinang. Tidak sampai menangis, karena aku berusaha menahan. Namun, rasa ingin menangis yang timbul sangatlah kuat.

Mungkin beliau mengucapkan itu tanpa pikir panjang, tapi hanya dengan itu aku merasa semua usahaku setahun terakhir diakui. Itu semua tidak sia-sia.

Ternyata selama ini beliau tahu aku, ya.

Aku memang sering duduk di barisan depan saat perkuliahan di kelas, tapi tidak pernah ada interaksi khusus antara aku dan beliau, jadi aku tidak merasa beliau tahu aku.

Karena aku aktif di UKM Fakultas dan beliau Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, aku sempat beberapa kali bertemu beliau kalau ada pertemuan atau kegiatan lainnya di fakultas.

Di tingkat rektorat atau universitas juga, aku ketua UKM tingkat Universitas, jadi pernah beberapa kali melihat beliau saat acara rektorat terkait kegiatan kemahasiswaan.

But that's all. I thought he just think of me like any other student. Like a person in the background, kalau aku boleh lebih kasar.

Ternyata tidak.
Beliau sadar siapa aku. Beliau tahu ke mana saja aku berkiprah. Beliau tahu.

Sekarang 2024, sudah 6 tahun berlalu sejak saat itu. Beliau pasti sudah tidak ingat, tapi aku masih merasa terharu setiap teringat momen itu. Karena kejadian itulah aku sadar, betapa berharganya afirmasi positif dari orang lain bagiku.

Betapa mudahnya cara membuatku menangis, yakni cukup dengan kata-kata
"Kamu udah kerja keras.
Makasih, ya."

___________________

Ucapan terima kasih khusus saya sampaikan pada beliau,
Dr. Dadang Sugiana, Drs., M.Si.
Dosen Program Studi Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Semoga Bapak sehat selalu, terima kasih atas ilmu dan penguatan yang diberikan.

Jumat, 26 Januari 2024

Not Everyone Wants Your Best - Tidak Semua Orang Menginginkan yang Terbaik Darimu

Tidak semua orang meminta yang terbaik dari kamu.
Artinya, kamu tidak perlu memberikan yang terbaik dalam segala hal.
Kitalah yang perlu pandai-pandai mengenali, kapan harus maksimal, kapan perlu secukupnya.

Pekerjaanku sehari-hari adalah sebagai desainer grafis dan ilustrator.
Kerap kali, aku berusaha mengerjakan tugas kerja dengan usaha yang berlebihan. Aku membuat konsep dan desain yang membutuhkan masa pengerjaan cukup lama. Pada akhirnya, aku malah tidak bisa menyelesaikan tugas itu tepat waktu.

Padahal, permintaan yang diberikan padaku sederhana. Mereka ingin permintaannya sekadar dipenuhi. Mereka tidak meminta aku mengeluarkan kemampuanku 100%, bagi mereka 50% dariku saja sudah cukup.

Sayangnya, aku tidak mengenali keinginan mereka dengan baik.

Barangkali bukan hanya desain, tapi dalam hal lain pun aku mengalami masalah ini. Mengerjakan skripsi, menulis artikel di blog, menggambar karya, atau mengisi kegiatan mentoring.

Lelah, bukan?

Aku masih harus banyak belajar cara menurunkan ekspektasi dan idealisme. Sepertinya ini akan menjadi jalan sulit lainnya untuk mengembangkan diriku, tapi aku harus melaluinya, bukan?

Senin, 22 Januari 2024

Mengejar Value, Bukan Harga

Alhamdulillah, Senin kemarin aku berhasil puasa qodho, ibadah wajib yang selama ini terus tertunda dan harus segera diselesaikan. Karena sebelumnya gagal puasa terus, aku memutuskan untuk menyogok diri sendiri: kalau hari ini berhasil puasa, kita buka puasa Marugame Udon!

Alhamdulillah sogokannya berhasil, wkwkwk. Makanlah aku di resto udon yang kondang itu. Udon kuah kari dengan chicken katsu, ditambah sate tofu goreng, dan ice lemon tea bebas refill. Wah... Rasanya ini Marugame terenak yang pernah kumakan selama ini.

Sejujurnya, aku memang jarang makan Marugame. Alasan utamanya bukan karena harga, bukan karena uang, tapi karena memang aku jadwalkan. Aku berkomitmen cuma boleh makan di sana 1x saja per semester. Misalnya aku sudah makan di bulan Februari, aku baru akan makan lagi paling cepat di bulan Juli. Nyatanya, dalam setahun hanya 2-3 kali aku makan udon itu.

Kenapa dijadwalkan begitu?
Karena aku ingin menjaga keistimewaannya.

Kalau aku sering makan, udon itu bakal jadi biasa saja, common food. Akan tetapi, kalau aku makan jarang-jarang, setiap kesempatan aku makan udon bakal jadi spesial buatku.

Lagipula, makanan mahal yang aku suka ada banyak... Jadi sembari menunggu masa untuk "boleh" makan udon lagi, aku makan di resto yang lain: mungkin Doner Kebab, Raa Cha, atau resto lainnya yang belum kueksplorasi.

Selalu tanamkan prinsip, "Untuk makanan, selalu ada hari esok." Supaya tidak kalap beli makan hari ini. Penting juga untuk mengenali kapasitas diri: kalau tidak lapar, jangan beli makanan yang bikin kekenyangan. Kalau sudah kenyang, jangan makan lagi. Meskipun uangnya ada.

Ingat, kekurangan dan kecukupan itu dua-duanya ujian! Justru ketika kita punya uang, kita lebih diuji uang itu kita gunakan untuk apa. Apakah untuk hal yang bermanfaat atau yang sia-sia?

Hari saat aku makan udon itu, aku juga teringat pelajaran lain yang penting: jangan kejar harga, tapi kejar value. Bukan asal pilih yang paling murah atau yang paling mahal, melainkan kejar nilai-nilai, kepuasan, atau keuntungan yang ada di balik harga itu.

Misalnya, waktu aku lagi memilih minuman di resto udon tadi. Awalnya aku berniat memilih air minum yang paling murah. Kemudian aku melihat ice lemon tea dan ocha yang harganya hanya selisih Rp2.000 dari air minum, tapi bisa refill sepuasnya. Sekilas, memilih yang paling murah memang terlihat menguntungkan. Namun, kalau kita mempertimbangkan value, memilih lemon tea atau ocha jauh lebih valueable. Minuman-minuman itu lebih sulit kita temukan daripada air putih. Ada nilai kelangkaan di sana, walaupun tidak besar. Ada pula faktor refill tadi. Artinya, dengan menambah sedikit uang, kita bisa mencapai kepuasan yang lebih besar. That's value.

Oke, itu untuk value ke atas. Gimana kalau value ke bawah? Bisa juga kok!

Mempertimbangkan value ketimbang harga juga bisa membantu kita untuk hemat. Misalnya dalam hal minum kopi. Kita punya tujuan minum kopi supaya nggak ngantuk dan bisa lebih fokus saat bekerja. Kalau sudah punya tujuan begini, semua kopi akan terlihat satu value, entah mereknya itu St4rbucks, Kenangan, starling, atau seduh kopi sendiri. Asal bisa memenuhi tujuan, pilih saja yang paling murah! Toh, pada akhirnya merek apapun yang dipilih, esensinya sama: minum kopi.

Lain cerita kalau tujuan kita minum kopi sekalian cari tempat bekerja, mungkin kopi di cafe akan lebih bernilai (valueable).

Jadi, begitulah mindset yang kupertahankan selama beberapa tahun terakhir. Ingat esensi dan tujuan, spend your time and money wisely! Cheers!



yang Alhamdulillah kenyang,
Fildzah Nur Fadhilah