Alhamdulillah sogokannya berhasil, wkwkwk. Makanlah aku di resto udon yang kondang itu. Udon kuah kari dengan chicken katsu, ditambah sate tofu goreng, dan ice lemon tea bebas refill. Wah... Rasanya ini Marugame terenak yang pernah kumakan selama ini.
Sejujurnya, aku memang jarang makan Marugame. Alasan utamanya bukan karena harga, bukan karena uang, tapi karena memang aku jadwalkan. Aku berkomitmen cuma boleh makan di sana 1x saja per semester. Misalnya aku sudah makan di bulan Februari, aku baru akan makan lagi paling cepat di bulan Juli. Nyatanya, dalam setahun hanya 2-3 kali aku makan udon itu.
Kenapa dijadwalkan begitu?
Karena aku ingin menjaga keistimewaannya.
Kalau aku sering makan, udon itu bakal jadi biasa saja, common food. Akan tetapi, kalau aku makan jarang-jarang, setiap kesempatan aku makan udon bakal jadi spesial buatku.
Lagipula, makanan mahal yang aku suka ada banyak... Jadi sembari menunggu masa untuk "boleh" makan udon lagi, aku makan di resto yang lain: mungkin Doner Kebab, Raa Cha, atau resto lainnya yang belum kueksplorasi.
Selalu tanamkan prinsip, "Untuk makanan, selalu ada hari esok." Supaya tidak kalap beli makan hari ini. Penting juga untuk mengenali kapasitas diri: kalau tidak lapar, jangan beli makanan yang bikin kekenyangan. Kalau sudah kenyang, jangan makan lagi. Meskipun uangnya ada.
Ingat, kekurangan dan kecukupan itu dua-duanya ujian! Justru ketika kita punya uang, kita lebih diuji uang itu kita gunakan untuk apa. Apakah untuk hal yang bermanfaat atau yang sia-sia?
Hari saat aku makan udon itu, aku juga teringat pelajaran lain yang penting: jangan kejar harga, tapi kejar value. Bukan asal pilih yang paling murah atau yang paling mahal, melainkan kejar nilai-nilai, kepuasan, atau keuntungan yang ada di balik harga itu.
Misalnya, waktu aku lagi memilih minuman di resto udon tadi. Awalnya aku berniat memilih air minum yang paling murah. Kemudian aku melihat ice lemon tea dan ocha yang harganya hanya selisih Rp2.000 dari air minum, tapi bisa refill sepuasnya. Sekilas, memilih yang paling murah memang terlihat menguntungkan. Namun, kalau kita mempertimbangkan value, memilih lemon tea atau ocha jauh lebih valueable. Minuman-minuman itu lebih sulit kita temukan daripada air putih. Ada nilai kelangkaan di sana, walaupun tidak besar. Ada pula faktor refill tadi. Artinya, dengan menambah sedikit uang, kita bisa mencapai kepuasan yang lebih besar. That's value.
Oke, itu untuk value ke atas. Gimana kalau value ke bawah? Bisa juga kok!
Mempertimbangkan value ketimbang harga juga bisa membantu kita untuk hemat. Misalnya dalam hal minum kopi. Kita punya tujuan minum kopi supaya nggak ngantuk dan bisa lebih fokus saat bekerja. Kalau sudah punya tujuan begini, semua kopi akan terlihat satu value, entah mereknya itu St4rbucks, Kenangan, starling, atau seduh kopi sendiri. Asal bisa memenuhi tujuan, pilih saja yang paling murah! Toh, pada akhirnya merek apapun yang dipilih, esensinya sama: minum kopi.
Lain cerita kalau tujuan kita minum kopi sekalian cari tempat bekerja, mungkin kopi di cafe akan lebih bernilai (valueable).
Jadi, begitulah mindset yang kupertahankan selama beberapa tahun terakhir. Ingat esensi dan tujuan, spend your time and money wisely! Cheers!
yang Alhamdulillah kenyang,
Fildzah Nur Fadhilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar